Sabtu, Juni 09, 2007

Tak pernah melihat k3lamin

Obrolan ringan.

TAK PERNAH SALING MELIHAT ALAT K3LAMIN

Seorang wanita hampir 60 tahun menolak diperiksa bisul di samping kemaluannya. Padahal yang memeriksa dokter wanita, padahal didampingi sang anak yang juga wanita, padahal di ruang berpelindung. Meski si anak memberi pengertian tentang pentingnya pemeriksaan untuk menentukan pengobatan, sang ibu tetap menolak.
Begini cuplikan dialognya.

Pemeran utama:
Ibu sakit bisul (ISB), dokter wanita alias istri (dw), saya (cakmoki)

ISB: "Bu, kulo sakit bisul, waune gatel lajeng kulo kukur ". ( Bu, saya sakit bisul, awalnya gatal kemudian saya garuk)
dw: " bisul wonten pundi BU ?" ( bisul di mana bu ? )
ISB *sambil senyum*: " celak selangkangan, teng ngriki " *sambil menunjuk tepat di tengah*. ( dekat selangkangan, di sini )
dw: " monggo kulo perikso " ( mari saya periksa) *sambil berdiri menuju ruang periksa, diikuti sang ibu sakit bisul*
Setelah masuk ruang periksa, terdengar dialog.
dw: " monggo Bu, diaturi ". ( mari Bu, silahkan )
ISB: " mboten ... mboten, isin ". ( tidak ... tidak, malu ) Terdengar suara tawa.
Setelah anak si ibu gagal memberikan pengertian, para wanita tersebut kembali duduk berhadapan dipisahkan meja.

ISB: " ngaten mawon, njenengan obati kadhos bisul lentune " ( begini saja, sampeyan obati seperti bisul lainnya )
dw: " perikso pak dokter mawon nggih ... " ( diperiksa pak dokter saja ya ) * sambil tertawa*
ISB: " ah, mboten, mboten usah nggih pak " ( ah tidak, tidak usah dilihat ya pak ) *sambil tertawa*

Sang anak yang mengantar mengatakan bahwa suaminya saja tidak pernah melihat. Tepatnya, kedua orang tuanya tidak pernah saling melihat alat k3lamin masing-masing. Kamipun tertawa semua.
saya: " ngaten mawon Bu, kulo perikso ndamel kocomoto cemeng ". ( begini saja bu, saya periksa memakai kaca mata hitam ) *tak kuasa menahan senyum*
ISB: " mboten ah, mangke ketingal ". ( tidak ah, nanti kelihatan )
saya: " namung merikso bisul, mboten ningali lentunipun ". ( hanya meriksa bisul, tidak melihat lainnya ) *pura-pura ambil kaca mata hitam*
ISB: " mboten, nyuwun obat kemawon. Bapake mawon mboten nate ningali ". ( tidak, minta obatnya saja. Bapaknya saja tidak pernah melihat )
Setelah menjelaskan tatacara minum obat dan evaluasinya, obrolan santai berlanjut.

saya: " dadhos mulai manten anyar mboten dhelok-dhelokan ? " ( jadi semenjak pengantin baru tidak pernah saling melihat ? ) *menggoda*
ISB: " blas mboten nate ". ( sama sekali tidak pernah )
saya: " kesupen mbokmenawi ". ( lupa barangkali )
ISB: " mboten, ah njenengan niki. Nopo njenengan dhelok-dhelokan ?". ( tidak, ah sampeyan ini. Apa sampeyan saling melihat ? )
Huaaaaa ... huaaaaa *kena deh* :P

Setelah semuanya selesai, *setelah bayar juga* kamipun tertawa renyah mengiringi ibu sakit bisul keluar ruangan. Hahaha

Hingga selesai makan bersama tengah malam, kami masih senyum-seyum.
Barangkali memang benar bahwa pasangan masa lalu tidak pernah saling melihat alat k3lamin mereka. Saya percaya karena kejadian semacam ini bukan yang pertama. Lagipula saya mengenalnya sejak lama, rasanya tak mungkin berbohong, apalagi anak si ibu mengatakannya.
Hehehe, tidak saling melihat dan memegang bisa punya anak, ibarat bergulat dalam gelap.
Di era sekarang, adakah wanita yang tidak pernah melihat alat k3laminnya sendiri ?
Entahlah, di pedesaan bisa saja terjadi, sedangkan di kota, meibi no ... meibi yes.
Meneketehe ;)

:: :: cakmoki :: ::

Tidak ada komentar: