Rabu, Mei 10, 2006

Punish : Mutasi

MutasiAncaman Sang Pejabat

Senin, 8 Mei 2006 yang lalu di salah satu media cetak, plt kabag humas kota kami menyebutkan bahwa akan ada mutasi 3 dokter, katanya sih untuk penyegaran dan meningkatkan kinerja.
Walah, kapan pak humas itu pernah ke puskesmas, lagian aneh koq kayak Sang Mahadiraja yang bergaya menuduh, propaganda lalu eksekusi...
Kata pak Amin Rais, yang model begini sih kayak Fir'aun kecil.
Jangan mentang-mentang punya kuasa Bung, coba dipikir dahulu.... eh sori nggak mungkin sempat berpikir. Kalo kami-kami ini nggak usah ditakut-takuti dengan mutasi, diberhentikanpun nggak soal, tidak seperti sampeyan dimana mutasi adalah momok.
Bagi saya beda pendapat itu biasa, lha kalo beda pendapat aja sampeyan sudah bicara mutasi, apalagi beda pendapatan.
Argumen yang disebutkan juga sangat klasik, siapa sih yang tidak tahu bahwa 3 orang yang disebut-sebut akan dimutasi tersebut adalah sebagian dari dokter yang tidak takut menyampaikan pendapatnya demi kemaslahatan.
So ... walau tidak masuk akal, ya akan dimasuk-masukkan akal. Undang-undang membolehkan sampeyan berbicara dan bertindak semacam itu... tidak ada yang melarang. Sebesar apapun kekeliruannya, sampeyan tetap punya beribu alasan.
Apa terkait dengan beda pendapat tentang pengobatan gratis via Askes?
Ya kali... So usul saya jangan mutasi deh, sekalian kami diberhentikan aja. Gimana?
Itulah sekelumit kebenaran "moral Hazard" seputar suatu sistem layanan kesehatan melalui "insurance" via Askes yang berujung pada makin megahnya sarana Askes, sedang akses layanan kesehatan masyarakat nyaris "tetap seperti yang dulu".
Ah ... yang menuntut kepekaan begini mana mungkin sampeyan bisa merasakan, hanya yang muchlis yang bisa.
Biasanya aktor kegagalan didominasi user dan provider serta jaringannya. Eh di sini malah penyelenggara pemerintahanlah aktor utamanya.
Di negara lain sistem tersebut dinilai gagal dan sudah off out date, di sini (di kota ini) akan dibangun kembali, walah saya yakin tidak pernah baca referensi model beginian.
Ataukah "biaya di luar produksi" hasil penelitian berbagai lembaga, telah mengalahkan kebenaran?
Ataukah sudah gelap antara benar dan salah?

mabuk ...
konon mabuk itu ada beberapa jenis, ada mabuk-mabukan, mabuk cinta, mabuk kepayang, mabuk laut udara dan darat (kayak iklan ya), mabuk hamil dan yang paling berbahahahaya katanya mabuk kekuasaan. Untuk meraihnya kadang apapun dilakukan, kadang niat dan tujuan awalnya nampak baik kadang pula menjadi baik betulan, tapi tak jarang sebaliknya, ketika kekuasaan diraih, entah kecil atau besar, wooowww seolah dunia ada dalam genggaman, seolah jadi yang maha benar, seolah jadi yang maha menentukan ... adakalanya menjadi mudah murka.
..... namanya juga mabuk .....

sisa-sisa gaya lama ...
dulu, sebelum reformasi, ketika seseorang merasa punya kewenangan, lebih-lebih yang jadi pengurus organisasi sayap pemerintah, sering terdengar ungkapan klasik bila seseorang tsb tak suka dengan seseorang lainnya.
Contoh:"mau berapa lama dia menduduki jabatannya" atau "kita mutasi saja dia" atau ngumpulin tanda tangan atau tindakan bengis lainnya. Agar nampak normal, alasan mudah dibuat.
Kini, walau berubah gaya ternyata sisa-sisanya masih kental terasa.
..... namanya juga sisa-sisa gaya lama

Tidak ada komentar: