Minggu, November 12, 2006

Pelayanan Kesehatan 3: Menyusun Protap

Lanjutan dari Mutu Layanan kesehatan 2: menata niat

Ilustrasi:
Tak jarang kita menyaksikan gambaran layanan medis di instalasi gawat darurat milik pemerintah mulai tataran primer hingga tersier, dari puskesmas hingga rumah sakit tipe A, sebagai berikut:

Tengah malam, penderita datang dengan status asmatikus, kecelakaan, ibu mau melahirkan, kolik abdomen, anak kejang, diare dan lain-lain ... Apa yang kita lihat?
Ada yang bagus
, petugas dengan terampil melakukan tindakan medik secepatnya atas instruksi dokter jaga. Atau tindakan medik segera dilakukan oleh paramedis, lalu menghubungi dokter dimanapun berada, setelah dilakukan pertolongan pertama, untuk mendapatkan pemeriksaan dan instruksi lanjutan dari dokter yang berkompeten saat itu.

Sayangnya tidak semua seperti yang bagus di atas, justru yang kita saksikan adalah sebaliknya, yakni drama "penantian" tanpa ujung yang jelas. Kebanyakan: nunggu, nunggu dan menunggu. Jujur saja, kalau kita berani nanya kepada penderita atau keluarganya yang mendapatkan perlakuan demikian, atau kita sendiri mengalami hal yang sama, tentu kecewa. Apa sih yang di harapkan oleh penderita ketika datang di instalasi gawat darurat?

Pertama, tentu layanan yang cepat, ramah dan support. Maksudnya, ketika penderita datang, bila ternyata tidak perlu opname, mereka segera diperiksa lalu mendapatkan obat dan secepatnya bisa segera pulang, tentu dengan beberapa advis berkenaan dengan penyakitnya.

Kedua, bila ternyata harus opname, mereka segera diperiksa dan mendapatkan tindakan medis awal semisal infus, oksigen dan sejenisnya untuk kemudian dilakukan tindakan lanjutan sesuai penyakitnya. Itulah kira-kira logika sederhana harapan penderita yang rata-rata awam tentang medis.

Apakah harapan penderita sudah nyambung? Jujur aja, kayaknya belum tuh dan entah kapan mau dperbaiki, maaf deh kalau dianggap pedas, ... hitung-hitung otokritik untuk sejawat. Yang udah bagus mungkin bisa sharing ...

Sebenarnya tidaklah sulit memperbaikinya, sungguh ... Mungkin para sejawat ada yang bertanya: bagaimana bila ketika itu tidak ada dokter jaga, atau mungkin pas dokter jaganya sedang menangani penderita lain di ruang perawatan hingga tidak bisa menangani penderita di instalasi gawat darurat pada saat bersamaan?

Jawabnya adalah prosedur tetap (sop) dan pen delegasi an wewenang.

Artinya, ada ngga ada dokter di instalasi gawat darurat, paramedis mampu memberikan tindakan medis awal sebagai pertolongan pertama, berdasarkan prosedur tetap (sop) yang sudah baku dan delegasi dari dokter yang berkompeten saat itu tentunya. Itupun masih dipermudah dengan komunikasi tilpon atau hp antara paramedis dengan dokter, sehingga drama "penantian" penderita di instalasi gawat darurat bisa diminimalisir bahkan dihilangkan.

Memang ada UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang mengatur kewenangan paramedis, namun di sisi lain toh paramedis juga yang akhirnya masang infus, nyuntik dan sejenisnya atas instruksi dokter. Langkah layanan cepat di atas sesungguhnya hanyalah penyederhanaan waktu, karenanya tindakan medis sebagai langkah awal oleh paramedis dan pendelegasian wewenang, menurut saya bukan pelanggaran, atau masih bisa diperdebatkan.

Sebagai contoh, ketika tengah malam ada penderita dengan status asmatikus datang ke instalasi gawat darurat, dan saat itu dokter jaga sedang menolong penderita lain di ruangan atau tidak ada di tempat, tentu akan sangat menolong bila paramedis mampu melakukan tindakan medis secara cepat dengan segera memberikan oksigen, injeksi subkutan ataupun intravena, pasang infus, nebulizer dan tindakan lain yang diperlukan sesuai prosedur tetap. Lima sampai limabelas menit sungguh amat menolong daripada nunggu menghubungi dokter jaga. Setelahnya masih bisa menghubungi dokter jaga via hp.

Persoalannya adalah: sudahkah semua institusi layanan kesehatan mulai puskesmas perawatan hingga rumah sakit di dati II memiliki prosedur tetap tertulis? Dari beberapa sejawat yang saya temui, sayangnya kebanyakan belum memiliki sop. Padahal sop seberapapun sederhananya, adalah salah satu bentuk perlindungan terhadap profesi maupun penderita.

Bagi yang sudah punya sop pun masih menyisakan tanya: apakah sop sudah dipatuhi oleh semua komponen institusi layanan kesehatan? Apakah dokter rutin mengadakan medical review dan transfer ilmu kepada paramedis? Apakah dokter rajin meng-up date ilmu nya?

Pertanyaan akhir: apakah layanan bermutu sesuai harapan khalayak bisa diwujudkan?

Jawabnya lagi-lagi bisa dan tidak sulit. Kuncinya hanyalah niat, kesungguhan dan sedikit perjuangan.

Inilah "trilogi" cuap-cuap saya tentang "mutu layanan kesehatan", yang terdiri dari ambivalensi antara kewajiban dan keinginan, menata niat dan menyusun protap, semoga bermanfaat bagi sesama dan insya Allah disambung di lain waktu...

Untuk sejawat khususnya di Puskesmas Perawatan, mari kita lihat contoh ringkasan "Prosedur Tetap" Perawatan Penderita di sini. Maaf, sementara nge-links, ntar dipindah di blog ini. Masih sangat sederhana memang, tapi percayalah ... bisa kita perbaiki bersama-sama dan para ahli yang sempat melihat tentu akan rela ngoreksi untuk berbagi.

Semoga.

2 komentar:

Dani Iswara mengatakan...

mohon ijin nge-link Dok ya..
keep sharing..

cakmoki mengatakan...

monggo, sama mas Dani, saya juga mohon ijin nge-link blog mas Dani. bahkan sudah saya pasang di sidebar hehehe. maaf ya ... :)